Membaca Kompas merupakan ritual pagi saya. Dan setiap kali saya membacanya selalu ada saja dialog dengan diri sendiri, entah mengenai isi, pesan, sudut pandang, maupun bahasa suatu tulisan. Dialog ini saya blog-kan agar dapat menjadi referensi saya.

Sabtu, 09 Februari 2008

Orientasi pada kekuasaan

Kelakuan orang-orang yang menamakan dirinya politikus (tikus yang banyak...) atau aktivis (aktif bicara...) semakin membuat saya muak. Mereka kebanyakan adalah orang-orang pintar, sebagian bahkan menyandang gelar akademis dengan banyak "S".

Menjelang tahun 2009, di mana akan digelar perhelatan akbar dengan biaya triliunan rupiah untuk memperlihatkan kepada dunia luar bahwa Indonesia adalah negara demokrasi, partai politik bersama para pengamat politik dan aktivis mulai ramai memperbincangkan wacana ambang batas perolehan kursi di parlemen. Ya, isu utamanya adalah KURSI! Dan kursi ini berhubungan erat dengan kekuasaan.

Kompas hari ini menyebutkan usulan empat partai besar (Golkar, PDIP, PKB dan PKS) untuk meningkatkan ambang batas menjadi 2,5-3 persen. http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.kompascetak.xml.2008.02.09.04292982&channel=2&mn=12&idx=12 Usulan yang sebetulnya masuk akal kalau melihat bahwa banyak partai kecil yang hanya meraup suara sangat sedikit ternyata diuntungkan dengan sistem perhitungan suara yang berlaku saat ini.

Yang bagi saya sangat menggelikan, atau lebih tepatnya memuakkan, adalah argumentasi Dita Indah Sari dari Partai Persatuan Pembebasan Nasional. Kutipannya <>

Pernyataan tersebut hanya membuktikan bahwa orientasi dari pendirian partai politik hanyalah kursi, bukan untuk memperjuangkan idealisme atau kepentingan konstituen. Dita jelas mengakui bahwa DPR cenderung satu suara dalam keputusan-keputusan penting sehingga jumlah partai tidak terlalu menjadi masalah. Itu berarti, tidak ada manfaatnya partai-partai kecil duduk di DPR. Jadi, mengapa ia harus menolak penerapan ambang batas yang leibh tinggi??

Kembali ke KURSI!

Tidak ada komentar: