Membaca Kompas merupakan ritual pagi saya. Dan setiap kali saya membacanya selalu ada saja dialog dengan diri sendiri, entah mengenai isi, pesan, sudut pandang, maupun bahasa suatu tulisan. Dialog ini saya blog-kan agar dapat menjadi referensi saya.

Rabu, 28 November 2007

Tata kota yang tidak tertata

Lead berita utama Kompas hari ini tentang gelombang pasang memuat kalimat yang tidak cermat. "Eksploitasi gegabah kalangan pemodal dengan restu pemerintah, yang menghancurkan kawasan rawa dan hutan bakau yang berfungsi sebagai penghadang air pasang, mengakibatkan gelombang pasang itu menggenangi pemukiman di pesisir dilanda banjir." Perhatikan frasa "menggenangi pemukiman di pesisir dilanda banjir". Yang menyedihkan, kesalahan ini sudah muncul pada anak berita utama, dengan huruf yang lebih besar.
Di luar masalah ketidakcermatan itu, saya senang Kompas mengangkat isu air pasang dan menghubungkannya dengan tata kota yang tidak bertata. Saya yakin semua media juga menyoroti hal ini, terutama karena dampaknya yang sangat besar terhadap akses menuju bandara Soekarno-Hatta. Sayangnya, Kompas lebih banyak mengutip komentar pengamat dibanding "menginterogasi" pejabat yang terkait dengan masalah pemberian ijin pembangunan PIK. Pengamat adalah pengamat, hanya mengamati dan berkomentar. Mereka tidak bisa mengubah apa-apa, tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas komentarnya, dan sangat jarang didengar oleh penguasa. Bianpoen bahkan dikutip menyebutkan etika dan integritas moral sebagai penyebab kekacauan. Kita selalu senang mendengar kata-kata suci ini, seperti air sejuk yang mengalir di tenggorokan kala dahaga. Masalahnya, para penguasa itu tidak mempunyai tenggorokan. Mereka hanya mempunyai lambung yang sangat besar, dan air itu akan langsung masuk ke dalam lambung tanpa lagi dirasakan kesejukannya. Untuk orang-orang seperti ini yang perlu dilakukan adalah tindakan tegas, termasuk pemotongan lambungnya kalau perlu. Tidak boleh ada perselingkuhan kekuasaan, seperti yang diangkat Kompas kemarin dengan menampilkan perbedaan pendapat antara pengelola bandara dengan Departemen Perhubungan soal pemberian ijin bangunan tinggi di sekitar bandara.
Ketika kita bicara mengenai tindakan tegas maka semuanya berujung pada sang pemimpin. Dan kita pun terdiam....

Tidak ada komentar: