Membaca Kompas merupakan ritual pagi saya. Dan setiap kali saya membacanya selalu ada saja dialog dengan diri sendiri, entah mengenai isi, pesan, sudut pandang, maupun bahasa suatu tulisan. Dialog ini saya blog-kan agar dapat menjadi referensi saya.

Selasa, 04 Desember 2007

19 tahun untuk pemenggal kepala?

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0712/04/utama/4046775.htm

Miris rasanya hati saya membaca berita ini karena hukuman yang diberikan kepada pemenggal kepala 3 siswi di Poso ini terasa tidak tepat. Saya termasuk orang yang tidak setuju dengan hukuman mati karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang berhak mencabut nyawa orang lain kecuali Dia yang memberikan nyawa. Begitu juga halnya dengan para pemenggal kepala. Mereka tidak mempunyai hak secuil pun untuk mencabut nyawa ketiga siswi tak bersalah ini. Apa pun alasannya!
Karena itu, 19 tahun rasanya terlalu ringan. Dengan berbagai macam remisi dan potongan hukuman yang tak masuk akal, mereka bisa bebas dalam waktu kurang dari 10 tahun.

Kegalauan ini selalu muncul setiap kali membaca berita tentang pengurangan masa tahanan. Pemerintah c.q Departemen Hukum dan Perundang-undangan terlalu royal memberikan remisi tanpa memandang jenis kejahatan. Bayangkan, seorang Tommy Soeharto yang terbukti memerintahkan pembunuhan seorang hakim agung dan telah membuat polisi repot bisa mendapatkan remisi pada saat baru beberapa bulan mendekam di penjara. Belum lagi alasan yang digunakan adalah karena ia berkelakuan baik selama di penjara. Definisi berkelakuan baik di sini sangat sumir. Seorang tahanan bisa menerima beberapa remisi dalam waktu satu tahun, mulai dari remisi hari raya, remisi 17 agustus, remisi berkala, dll. Masih ditambah lagi dengan fakta bahwa tahanan yang berduit bisa merancang sendiri kamar tahanannya sehingga mirip dengan jenis apartemen studio yang dilengkapi alat komunikasi. Plus ijin keluar penjara untuk berbagai keperluan.

Tidak ada komentar: