Membaca Kompas merupakan ritual pagi saya. Dan setiap kali saya membacanya selalu ada saja dialog dengan diri sendiri, entah mengenai isi, pesan, sudut pandang, maupun bahasa suatu tulisan. Dialog ini saya blog-kan agar dapat menjadi referensi saya.

Kamis, 06 Desember 2007

Uang pribadi atau uang negara

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0712/06/Politikhukum/4049168.htm

Politik itu memang membingungkan. Ia tidak mempunyai prosedur operasi standar, sifatnya seperti air yang selalu menyesuaikan diri dengan wadah. Itu lah yang saya rasakan ketika membaca berita Kompas tentang sumbangan untuk partai politik.
Hadar Gumay khawatir bahwa perubahan batas maksimum sumbangan pribadi dan badan usaha akan menyebabkan partai politik dikuasai oleh pemilik modal atau orang kaya. Saya, sebagai pembayar pajak, justru khawatir kalau peraturan soal sumbangan ini tidak diubah karena partai politik kemudian akan berteriak minta bantuan dana dari pemerintah. Ujung-ujungnya, uang pajak saya akan dipakai untuk mendanai kegiatan partai politik yang tidak jelas juntrungannya. Saya setuju dengan Idurs Marhan yang mengatakan adalah wajar jika anggota parpol menyumbang semaksimal mungkin demi partainya.
Partai politik harus lah independen, tidak boleh menerima dana sepeserpun dari pemerintah. Partai politik bukan badan usaha milik negara. Lebih baik uang tersebut digunakan untuk menguatkan peran koperasi nelayan dan petani.
Kalau tidak salah, di Amerika Serikat, negara yang selalu kita jadikan kiblat demokrasi, selalu dikatakan bahwa orang sebaiknya menjadi kaya dulu baru terjun ke politik. Maksudnya adalah supaya ia tidak menggunakan partai politik sebagai sarana memperkaya diri.
Di Indonesia ada puluhan partai politik. Jadi, orang bisa mudah memilih partai yang dirasakan sesuai dengan prinsipnya, termasuk juga memilih untuk tidak memilih partai. Dalam partai politik pasti ada mekanisme pemungutan suara atau rapat untuk memutuskan sesuatu. Gunakan mekanisme ini untuk menyatakan ketidaksetujuan. Mungkin ada kekhawatiran bahwa yang kaya bisa membeli suara yang miskin, tetapi tetap tidak dapat dijadikan alasan untuk menghalangi si kaya menyumbang partainya. Yang harus dilakukan Cetro adalah mendidik orang miskin untuk tidak mudah menjual suaranya.

Tidak ada komentar: