Membaca Kompas merupakan ritual pagi saya. Dan setiap kali saya membacanya selalu ada saja dialog dengan diri sendiri, entah mengenai isi, pesan, sudut pandang, maupun bahasa suatu tulisan. Dialog ini saya blog-kan agar dapat menjadi referensi saya.

Senin, 03 Desember 2007

Tolong: Kaum miskin yang justru tidak bertanggung jawab?

Saya termasuk orang yang paling jarang membaca berita tentang UNFCCC karena agak sedikit muak. Pengalaman singkat saya bergabung dengan sebuah NGO konservasi membawa pencerahan tentang apa yang umumnya mereka lakukan untuk konservasi lingkungan: seminar di ruang ber-AC, miting di tempat-tempat liburan yang indah, perjalanan dinas ke luar negeri, dan gaji yang besar.
Semuanya itu dibayar oleh para donator (termasuk donor individual seperti anak-anak sekolah yang menyisihkan uang jajannya untuk "menyelamatkan" seekor orangutan). Semuanya itu dilakukan dengan memberi kontribusi pada pemanasan global (ruang ber-AC, perjalanan dengan kendaraan bermotor atau pesawat udara). Kalau hal itu terjadi di abad lalu mungkin saya masih bisa mengerti. Tetapi, di abad teknologi seperti sekarang ini semuanya bisa dilakukan secara jarak jauh, sangat murah dan ramah lingkungan.
Saya tidak mengatakan bahwa NGO konservasi tidak seharusnya ke luar kantor. Sebaliknya, mereka seharusnya ada di lapangan, bekerja bersama masyarakat. Yang terjadi, banyak NGO lebih memilih lingkup kerja yang dikenal sebagai "policy advocacy", yaitu fokus pada perubahan kebijakan. Dan di sinilah muncul seminar, workshop, miting, dll. Fokus ini memang lebih enak, rentang waktunya bisa sangat panjang dan tidak berkeringat. Betapa nyamannya kita membicarakan hutan yang rusak dan iklim yang berubah dari ruang miting hotel bintang 4. Sementara kita masih sibuk bermiting ria, penebangan hutan liar terus berlangsung. Pada saat dicapai kesepakatan perubahan kebijakan untuk mendorong konservasi, tidak ada lagi hutan tersisa untuk dilestarikan. Saya pernah melihat laporan program sebuah NGO yang secara umum menyebutkan bahwa 70% dana digunakan untuk kegiatan "operasional" dan 30%untuk kegiatan konservasi.
Waduh! Makanya saya tidak lagi terpukau dengan label "green" yang sering diusung NGO, apalagi kalau sifatnya hanya seremoni tanam pohon dan panggung gembira artis.
Untuk saya, kegiatan konservasi tidak harus selalu dengan tanam pohon (karena tidak semua orang mempunyai lahan untuk ditanami). Kita bisa mulai dengan cara yang sangat sederhana yaitu tidak membuang sampah sembarangan, sekecil apa pun. Karena masih banyak orang, termasuk para penggiat acara "green", yang membuang sampah sembarangan. Coba saja datang ke tempat acara "green". Setelah acara usai akan tampak begitu banyak sampah yang ditinggalkan peserta, mulai dari gelas plastik sampai styrofoam.

OK, saya sudah meracau tidak karuan. Sekarang kembali kepada berita Kompas halaman 1. Yang saya baca adalah side colomn tentang dampak perubahan iklim bagi petani. Ini yang lebih penting daripada UNFCCC. Menjelang akhir berita, ada kalimat yang mengganggu karena memberikan arti yang berlawanan. Saya rasa ini karena salah menerjemahkan ucapan Kemal Darvis dari UNDP.

Di situ dikatakan: "....perubahan iklim pada akhirnya merupakan ancaman terhadap kemanusiaan secara keseluruhan. Akan tetapi, adalah kaum miskin yang justru tidak bertanggung jawab atas utang lingkungan penyebab segala bencana, yang harus menghadapi ongkos kemanusiaan paling langsung dan terbesar."
Saya bingung membaca kalimat di atas. Adalah kaum miskin yang justru tidak bertanggung jawab? Rasanya ada yang salah dalam kalimat ini. Apakah mungkin maksudnya: "Akan tetapi, adalah kaum miskin yang justru harus bertanggung jawab atas utang lingkungan penyebab segala bencana, yang harus menghadapi ongkos kemanusiaan paling langsung dan terbesar."

Tidak ada komentar: